Pengertian
konservasi
Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu
tempat agar makna cultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang
dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara
pengawetan (Peter Salim dan YennySalim, 1991). Kegiatan konservasi selalu
berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian
yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992). Kawasan lindung adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan.
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.(Sofa, 2008) Apabila merujuk pada pengertiannya,
konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan,
sebagai berikut :
- Konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
- Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial.
- Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.
- Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang.
Ruang Lingkup
Sumber Daya alam
Sifat atau ciri-ciri sumber daya alam di Indonesia yang
menonjol ada dua macam,yaitu penyebaran yang tidak merata dan sifat
ketergantungan antara sumber daya alam. Sumber daya
alam sendiri dapat di klasifikasikan berdasarkan kemampuannya menjadi dua golongan, yaitu sumber daya alam yang dapat pulih dan
sumber daya alam yang tak dapat pulih. Sumber
daya alam buatan adalah hasil pengembangan dari sumber daya alam hayati dan atau sumber
daya alam non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan atau kemampuan
daya dukungannya, antara lain hutan buatan, waduk, dan jenis unggul.
Konservasi Sumber Daya
Alam di Indonesia
Mulai tahun 1970-an konservasi sumber daya alam di
Indonesia berkembang dan memiliki suatu
strategi yang bertujuan untuk:
- Memelihara proses ekologi yang penting dan sistem penyangga kehidupan.
- Menjamin keanekaragaman genetik.
- Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Peranan
kawasan konservasi dalam pembangunan meliputi:
- Penyelamat usaha pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
- Pengembangan Ilmu Pendidikan.
- Pengembangan kepariwisataan dan peningkatan devisa.
- Pendukung pembangunan bidang pertanian
- .Keseimbangan lingkungan alam.
- Manfaat bagi manusia.
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan Strategi
Konservasi Dunia kegiatan konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meliputi kegiatan:
- Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem penyangga kehidupan.
- Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
- Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Strategi
Konservasi Alam Indonesia
Strategi
Konservasi Alam Indonesia sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (sekarang UU No. 23 Tahun 1997). Strategi
konservasi
sumber daya alam disusun dengan maksud
untuk memberikan pedoman kepada para pengelolaan sumber daya alam dalam menggunakan sumber daya alam tersebut untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan
pembangunan. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan
lain. Kewenangan lain yang dimaksud meliputi kebijaksanaan tentang antara lain pendayagunaan sumber daya
alam serta konservasi.Kebijakan ini
dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang Tugas Pemerintah yang
berkaitan dengan konservasi sumber daya hayati.
Strategi
Konservasi Alam Dunia
Sasaran Strategi Konservasi Dunia adalah untuk mencapai tiga tujuan utama:
Sasaran Strategi Konservasi Dunia adalah untuk mencapai tiga tujuan utama:
- Menjaga berlangsungnya proses ekologis yang esensial.
- Pengawetan keanekaragaman plasma nutfah.
- Menjamin kelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Strategi Konservasi Alam Dunia meliputi:
- Konservasi sumber daya hayati untuk pembangunan berkesinambungan.
- Perlindungan Proses Ekologi yang terutama dan Sistem Penyangga Kehidupan.
- Pengawetan Keanekaragaman Plasma nutfah.
- Pemanfaatan Jenis dan Ekosistem secara lestari.
Kawasan dan
Kegiatan Konservasi Hayati
Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Kawasan Suaka Alam adalah
kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga
kehidupan.Kawasan Suaka Alam terdiri dari:
- Cagar Alam.
- Suaka Margasatwa.
- Hutan Wisata.
- Daerah perlindungan Plasma Nutfah
- Daerah pengungsian satwa.
Kawasan
pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di
perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan,pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam kegiatan
pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan
(konservasi insitu) atau pun di luar kawasan (konservasi exsitu).
Konservasi insitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di
habitat aslinya baik di hutan, di laut, di danau, di pantai, dan
sebagainya.Konservasi exsitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang
dilakukan di luar habitat aslinya. (Sofa, 2008) Adapun Kriteria untuk
penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam :
- Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;
- Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunanya;
- Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
- Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;
- Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi, dan atau mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan,dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya
pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
- Perlindungan dan pengamanan kawasan
- Inventarisasi potensi kawasan
- Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
Beberapa
kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar
alam adalah :
- Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
- Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
- Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
- Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan.
Sejarah
Konservasi di Indonesia
Sejarah konservasi Sumber Daya Alam Indonesia
secara sederhana dibagi menjadi tiga periode, yaitu : zaman kerajaan nusantara,
zaman colonial, dan zaman kemerdekaan.Pada zaman kerajaan nusantara,
sebelum abad ke-15, tradisi sakral sangatmewarnai segenap kehidupan masyarakat.
Kehidupan masyarakat waktu itu sangat kental dengan kepercayaan mistis dan
kekuatan alam, yang terwujud dalam penabuhan benda-benda, pendirian situs-situs, dan tindakan tertentu. Alam dianggap
sebagai sesuatu yang suci (sacred ),
yang dapat memberikan berkah bagi kehidupan.Di zaman kolonial Belanda, praktek
pelestarian alam tidak dapat terlepas dari dua peristiwa kecil. Pada 1714,
Chastelein mewariskan dua bidang tanah persil seluas 6 ha di Depok kepada para
pengikutnya untuk digunakan sebagai Cagar Alam (Natuur Reservaat ).
Chastelein
mengharapkan agar kawasan tersebut bisa dipertahankan, tidak
dipergunakan sebagai arela pertanian. Selanjutnya, pada 1889 berdasarkan usulan
Direktur Lands Plantentuin (Kebun Raya) Bogor, kawasan hutan alam Cibodas
ditetapkan sebagai tempat penelitian flora pegunungan, yang kemudian diperluas
hingga pegunungan Gede dan Pangrango pada 1925.Wacana konservasi kembali muncul
pada akhir abad 19, tepatnya pada 1896,dimana saat itu pemerintah colonial
belanda mendapat tekanan dari luar Hindia Belanda tentang penyelundupan burung
cendrawasiih secara liar.Pada saat itu, seorang entomology amatir M.C. Piepers
yang juga mantan pegawai Departemen
hukum Hindia Belanda mengusulkan agar tindakan perlindungan burung cendrawasih serta beberapa flora dan
fauna lainnya yang terancam punah. Ia menyarankan agar dibuat suatu taman nasional seperti Yellowstone National Park yang
secara resmi melindungi spesies-spesies terancam punah.Pada 1912 pernah
didirikan Nederlands Indische
Vereniging tot Natuur Bescherming (perhimpunan Perlindungan
Alam Hindia Belanda) oleh Dr. S.H. Koorders dkk. Kemudian,pada 1913 perhimpunan ini berhasil menunjuk 12
kawasan yang perlu dilindungi di PulauJawa. Setelah dilanjutkan dengan
penunjukan kawasan lindung di pulau jawa hingga Sumatra dan Kalimantan.Tonggak sejarah baru dimulai
pada 1932, dengan di undangkannya
Natuur Monumenten Ordonatie
atau Ordonasi Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa. Ordonasi ini kemudian
diterbitkan oleh Peraturan Perlindungan Alam. Pada tahun tersebut
mulai dimungkinkan adanya kegiatan di kawasan konservasi dengan izin, misalnya
berburu di taman alam.Selama pendudukan Jepang (1942 ± 1945) secara umum kondisi
perlindungan alam di Indonesia kurang diperhatikan. Namun pada saat pendudukan
Jepang, telah terjadi eksploitasi besar-besaran dan merugikan. Tercatat pada
tahun 1944, kayu jati telah ditebang
Mencapai 120.000 ± 150.000 m3 untuk membuat kapal.
Kayu-kayu dari hutan juga banyak dibakar untuk guna mendukung pabrik-pabrik
yang menggerakkan kereta api. Pada masa tersebut,
Jepang banyak menguras hutan jati di Jawa untuk keperluan perang Asia
Timur Raya.
Setelah kemerdekaan, pada 1947 upaya perlindungan alam
dimulai kembali, yakni dengan penunjukan Bali Barat sebagai
suaka alam baru atas prakarsa dari Raja-raja Bali Sendiri.
Setelah itu, pada 1950 Jawatan Kehutanan RI mulai menempatkan seorangpegawai
yang khusus diserahi tugas untuk menyusun kembali urusan-urusan perlindungan alam.
Perhatian pemerintah mulai timbul lagi sejak tahun 1974,
diawali oleh kegiatan Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam yang berhasil
menyusun rencana pengembangan
kawasan-kawasan konservasi di Indonesia dengan bantuan FAO/UNDP(Food
and Agriculture Organization of the United Nations Development Programme),
dana
usaha
penyelamatan satwa liar yang diancam kepunahan dengan bantuan NGO.
Pada
tahun 1982 di Bali diadakan Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3 yang
melahirkan
Deklarasi Bali. Terpilihnya Bali sebagai tempat kongres mempunyai dampak yang
positif bagi perkembangan pengelolaan hutan suaka alam dan taman nasional di Indonesia. Pada tahun 1978 tercatat tidak kurang
dari 104 jenis telah dinyatakan sebagai satwa liar dilindungi. Pada tahun 1985,
keadaannya berubah menjadi 95 jenis mamalia, 372 jenis burung, 28
jenis reptil, 6 jenis ikan, dan 20 jenis serangga yang dilindungi.
Pada tahun 1983 dibentuk Departemen Kehutanan, sehingga Direktorat
Perlindungandan Pengawetan Alam statusnya diubah menjadi Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam (PHPA) yang tugas dan tanggung jawabnya semakin luas. Di
fakultas-fakultas kehutanan dan biologi sudah mulai diajarkan ilmu konservasi
alam dan pengelolaansatwa liar. Bahkan di beberapa fakultas kehutanan sudah
dikembangkan jurusan Konservasi Sumber Daya Alam.
Dari segi undang-undang dan peraturan tentang
perlindungan alam juga banyak mengalami kemajuan, beberapa undang-undang dan peraturan
peninggalan pemerintah Hindia Belanda, telah dicabut dan diganti dengan UU No. 5
tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dan pada tahun 1990-an mulai banyak berdiri LSM di Indonesia yang menangani tentang
konservasi alam. (Singerali, 2008.)
Sumber, Buku Panduan DILKLATSAR PAGAR 2009
Mengenal Dan Memahami Konservasi
4/
5
Oleh
Unknown